TAUBAT
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ
يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ
آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ
يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ
Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa
(taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan
orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan
dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami,
sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu". (at-Tahrim 66: 8)
Taubat
berakar
dari kata taaba yang berarti kembali. Orang yang
bertaubat kepada Allah Ta’ala adalah orang yang kembali dari sesuatu menuju
sesuatu; kembali dari sifat-sifat yang tercela menuju sifat-sifat yang terpuji,
kembali dari larangan Allah menuju perintah-Nya, kembali dari segala yang
dibenci Allah menuju yang diridhai-Nya, kembali dari yang saling bertentangan
menuju yang saling menyenangkan, kembali kepada Allah setelah meninggalkan-Nya
dan kembali taat setelah menentang-Nya.
Searti
dengan kata taaba adalah anaaba dan aaba. Orang yang taubat karena takut
azab Allah disebut taaib (isim fa’il dari taaba), bila karena malu disebut muniib (isim
fa’il dari anaaba), bila karena mengagungkan Allah
Ta’ala disebut awwaab.
Apabila seorang Muslim
melakukan kesalahan atau kemaksiatan dia wajib segera bertaubat kepada Allah.
Adapun yang dimaksud dengan kesalahan atau kemaksiatan di sini adalah semua
perbuatan yang melanggar ketentuan syari’at Islam, baik dalam bentuk
meninggalkan kewajiban atau melanggar larangan, baik yang termasuk shaghaair (dosa kecil) ataupun kabaair (dosa besar). Allah Ta’ala
berfirman:
“Dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur 24: 31)
Kenapa
harus segera bertaubat?
Sebagian
orang merencanakan untuk bertaubat setelah umur agak lanjut, atau setelah puas
memperturutkan hawa nafsu di masa mudanya. Rencana seperti ini sangat
spekulatif karena tidak seorang pun yang dapat menjamin berumur panjang. Kalau
seseorang berencana untuk bertaubat setelah berumur 40 tahun misalnya, bagaimana
kalau ternyata umur 39 tahun dia meninggal dunia. Setiap orang pasti mati,
sedangkan kematian itu misteri. Tidak seorang pun yang dapat mengetahui kapan
datangnya. Oleh sebab itu begitu seorang muslim menyadari bahwa dia telah
berbuat kesalahan atau kemaksiatan dia harus segera bertaubat kepada Allah
Ta’ala tanpa menunda-nundanya. Bahkan seorang Muslim dianjurkan untuk selalu
bertaubat kepada Allah sekalipun dia tidak mengetahui kesalahannya. Boleh jadi,
tanpa disadarinya dia telah melakukan kesalahan. Di samping memerintahkan
umatnya untuk bertaubat,
Rasulullah
shallallahu
‘alaihi wa sallam
menyatakan beliau bertaubat sampai seratus kali dalam sehari. Beliau bersabda:
“Hai manusia, bertaubat dan minta
mapunlah kamu kepada Allah, karena sesungguhnya saya bertaubat seratus kali
dalam sehari.” (HR.
Muslim)
Kita tahu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik manusia yang
diciptakan Allah. Beliau tidak pernah meninggalkan perintah Allah dan tidak
pernah pula melanggar larangan-Nya. Sekalipun demikian, beliau selalu minta
mapun kepada Allah. Apalagi kita, mestinya lebih banyak lagi minta ampun kepada
Allah Ta’ala.
Manusia tidak akan
luput dari kesalahan. Tapi sebaik-baik orany yang berbuat salah adalah yang
bertaubat. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Setiap manusia (dapat berbuat)
salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan
Hakim)
---------------------------------------------------------------
DR.
H. Yunahar Ilyas,Lc. MA.
Dalam
buku Kuliah
Akhlaq,
terbitan LPPI, Cet IX, 2007
Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Related Posts: Akhlaq,
Buletin Jum'at,
Ibadah,
Keluarga,
Pembinaan Keluarga
0 komentar:
Posting Komentar