MENAHAN AMARAH 2
MACAM-MACAM
MARAH.
Marah dibagi
menjadi dua
Marah
yang Tercela
Yaitu
marah dalam perkara duniawi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan keras dari
jenis ini. Beliau bersabda:
“Bukanlah
orang yang kuat itu yang pandai bergulat akan tetapi orang yang kuat adalah
orang yang mampu menahan jiwanya ketika marah.” (HR. al-Bukhari 6114
Muslim 2609, dari Abu Hurairah)
Marah yang tercela
adalah marah tidak pada tempatnya, bukan untuk kebenaran dan hanya mengikuti hawa nafsu. Akibat dari
marah ini orang akan mudah melontarkan tuduhan dusta, cacian dan hal-hal lain
yang dapat melukai hati orang lain. Marah ini juga bias menimbulkan kerusakan
fisik dengan pukulan merusak harta benda, dsb.
Marah yang Terpuji
Yaitu
marah karena Allah dan untuk kebenaran. Bahkan hal ini lebih dituntut lagi
ketika syariat Allah dilanggar dan diterjang.
Demikian
pula jika ada orang yang menyakiti dengan mengambil harta, mengancam jiwa, anak
dan keluarga lalu dia marah dan berusaha menolak gangguan ini dengan tetap
berusaha untuk mengendalikan diri, maka ini pun termasuk marah yang terpuji,
bahkan bisa jadi wajib. Maka hendaklah seorang muslim ketika marah tetap
berpegang dengan aturan dien
sesuai dengan kebenaran dan keadilan.
Walhasil, marah
merupakan tabiat, watak, perangai pada diri seseorang, tidak bisa kita hukumi
tercela atau terpuji kecuali dengan melihat tujuan dan dampak yang dihasilkan
dari marahnya tersebut.
KIAT MEREDAM MARAH
Marah adalah gejolak
hati yang muncul lantaran beberapa sebab, apabila marahnya dalam perkara
duniawi hanya terbawa nafsu, bukan karena kebenaran, hendaknya ia meredam
amarahnya denga menempuh kiat-kiat syar’i berikut ini:
Berdo’a
Doa
adalah senjata ampuh seorang mukmin. Di tangan Allah-lah segala taufik dan
petunjuk, Dia-lah yang mampu menunjukki seseorang ke jalan yang lurus. Di
tangan-Nya pula lah kebaikan dunia dan akhirat. Dia merupakan penolong untuk
membersihkan jiwa dari noda-noda kotoran akhlak yang tercela. Bila marah datang
berdo’alah kepada Allah. Allah berfirman:
“Berdoalah
kalian niscaya akan Aku kabulkan.” (QS. Ghafir 40: 60)
Dzikrullah
Ingat
kepada Allah adalah obat kerasnya hati, dengan dzikir akan mendorong seseorang
takut kepada Allah yang berakhir pada ketaatan kepada-Nya. Maka ingat Allah
ketika marah akan mendorong pelakunya untuk kembali pada adab dan akhlak yang
mulia. Allah berfirman:
“Dan
ingatlah Rabbmu jika kamu lupa.” (QS.al-Kahfi 18: 24)
Ikrimah
berkata: “Yaitu
ingatlah Rabbmu ketika kamu marah.” (Adabud
Dunya wad Dien
h.258)
Mengubah posisi
Orang
yang sedang marah hendaknya ia merubah posisi; jika sedang berdiri maka duduk,
apabila belum hilang marahnya bisa berbaring atau meninggalkan tempat.
Berdasarkan hadits:
Dari
abu Dzar –ra- bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang di antara
kalian marah, sedangkan ia berdiri maka hendaklah duduk. Apabila belum hilang
juga marahnya maka hendaklah ia berbaring.” (HR. Abu Dawud 4872, Ahmad 5/152 dishahihkan oleh al-Albani
dalam al-Misykah 5114)
Memberi
maaf
Memberi
maaf pada orang yang bersalah ganjarannya sangat besar. Ingatlah wahai
saudaraku, bukanlah orang yang kuat itu yang kuat fisiknya akan tetapi orang
yang kuat adalah orang yang dapat menahan jiwanya ketika ia marah.
Bila
marah tiba, ingatlah selalu ganjaran orang yang memberi maaf, perhatikan hadits
berikut:
Dari
Mu’adz bin Anas al-Juhani, bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menahan amarahnya
sedangkan ia mampu untuk mewujudkannya, Allah akan menyebut dan memujinya pada
hari kiamat kelak di hadapan seluruh makhluk, hingga ia diberi pilihan untuk mengambil bidadari mana saja yang ia
khendaki.”
(HR. at-Tirmidzi 2021, Abu Dawud 4777, Ibnu Majah 4186, Ahmad 3/440. Dihasankan
oleh al-Albani dalam Shahih
Targhib 3/48)
Berkata
Ali al-Qari: “Pujian
yang indah dan balasan yang besar ini, apabila sekedar menahan amarah, maka
bagaimana lagi jika sampai memberi maaf dan berbuat baik kepadanya?” (Tuhfatul Ahwadzi 6/140)
Jangan dituruti amarahnya
Dari
Abu Ablah berkata: “Suatu hari Umar bin Abdul Aziz sangat marah kepada
seseorang, akhirnya orang ini dipanggil, ia dicambuk dan diikat dengan tali.
Pada akhirnya Umar bin Abdul Aziz berkata: “Bebaskan dia, andaikan aku marah, aku mampu menyakitimu
lagi.”
Kemudian beliau membaca ayat:
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya
dan memaafkan kesalahan orang.” (QS. Ali Imran 3: 134) (Lihat Su’ul Khuluq h.119).
Wallahu
a’lam.
Oleh : Abu Abdillah al-Atsari.
Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Related Posts: Adab,
Akhlaq,
Buletin Jum'at,
Ibadah
0 komentar:
Posting Komentar