الم (١) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ
يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (٢) وَلَقَدْ
فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (٣)
Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan
sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta. (al-Ankabut: 1-3)
Kehidupan
ini tidak terlepas dari cobaan dan ujian. Tidak ada seorang pun yang terlahir
ke dunia tanpa
mengalami ujian sedikit pun.
Seseorang yang kaya dan
berharta, ia Allah uji dengan kekayaannya, apakah ia bersyukur atau malah
kufur. Seseorang yang hidup dalam keadaan kurang, maka tidak diragukan lagi ini
adalah cobaan kehidupan. Allah uji orang tersebut apakah ia bersabar atau malah
menempuh cara-cara yang Allah haramkan demi terbebas dari kemiskinan.
Segala puji bagi
Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dari kalangan manusia agar kita sesama
manusia bisa mencontoh rekam jejak perjalanan Rasulullah
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapa di antara kita yang
mengalami kemiskinan? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah
merasakan kemiskinan. Istri beliau, ibunda Aisyah radhiallahu
‘anha menuturkan “Dapur Rasulullah tidak pernah hidup (apinya) tiga hari berturut-turut.”
Siapa di antara kita yang menikmati kekayaan? Beliau pun seseorang yang
merasakan kekayaan, “Beliau berikan seluruh domba beliau yang banyaknya
memenuhi antara dua bukit kepada seseorang, agar orang tersebut dan kaumnya
menerima hidayah Islam.”
Siapa yang bersedih mencela takdir
karena kehilangan anggota keluarganya? Beliau kehilngan ayah beliau ketika di
dalam kandungan ibunya, ditinggal wafat ibunya ketika beliau berusia 6 tahu,
kemudian kakek dan pamannya pun wafat meninggalkan beliau. Beliau juga
ditinggal wafat dua orang istri beliau di masa hidupnya, beliau menyaksikan
anak-anaknya wafat terlebih dahulu meninggalkan beliau, namun beliau adalah
hamba Allah yang bersabar.
Namun terkadang karena kelemahan
iman, sering mendengar ada orang-orang yang mengatakan “Ah, beliau kan Nabi dan
Rasul Allah yang dibimbing oleh wahyu, jadi wajar beliau bersabar.” Kalimat ini
hakikatnya tidak patut diucapkan bagi orang-orang yang beriman kepada beliau.
Buktinya ada orang-orang yang shalih yang mereka bukan Rasul dan bukan pula
Nabi, namun mereka bersabar ketika ditimpa musibah.
Terdapat sebuah kisah
seseorang yang memenuhi hidupnya dengan kesabaran ketika ditimpa musibah dan
bersyukur di saat lapang. Cerita ini dikisahkan oleh Abdullah bin Muhammad dan
diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam Kitab ats-Tsiqat. Abdullah bin
Muhammad menuturkan:
Suatu hari ketika aku menjaga di
daerah perbatasan Aris di wilayah Mesir, aku melihat sebuah kemah yang sempit
di padang pasir yang terik. Lalu aku pun mendekati kemah tersebut. Aku melihat
ada seorang laki-laki yang kedua tangannya buntung, kedua kakinya pun tiada,
ditambah telinga yang sudah tuli dan mata yang telah rabun. Namun aku mendengar
ia mengatakan
“Ya Tuhanku, tunjukilah
aku untuk mensyukuri nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku danbersyukur
atas kemuliaan yang Engkau berikan kepadaku atas hamba-hamba-Mu yang lain.”
Maka aku pun heran dengan apa yang
ia katakan. Lalu aku mendekatinya dan aku tanyakan “Wahai saudaraku atas nikmat
Allah yang mana engkau bersyukur?” Ia mengatakan, “Diamlah! Kalau sekiranya
Allah datangkan lautan niscaya laut tersebut akan menenggelamkanku, atau ia
datang api yang menggunung tentulah api tersebut akan membakar tubuhku, atau ia
jatuhkan langit pastilah langit itu menghancurkanku. Tapi aku akan senantiasa
bersyukur kepada-Nya.” Aku katakana, “Bersyukur atas apa?” Ia menjawab “Dia
telah menganugerhkanku lisan, yang senantiasa mengingat dan bersyukur
kepada-Nya.”
Lalu ia melanjutkan,
“Saudaraku, aku memiliki seorang anak yang biasa menyuapiku ketika aku hendak
makan dan mengantarkan aku untuk beribadah. Namun tiga hari ini aku
kehilangannya. Tolong carikan ia untukku.” Aku pun mencarikan anaknya, ternyata
sang anak diterkam oleh hewan buas. Aku merasa bingung, kalimat apa yang akan
aku sampaikan sementara keadaannya sekarang saja sangat memprihatinkan.Lalu aku
datang kepadanya, aku buka cerita dengan mengisahkan kisah Nabi Ayyub. Aku
katakan, “Wahai saudaraku tahukah engkau tentang Ayyub?” “Iya aku
mengetahuinya.” Jawabnya. “Bukankah Allah telah menjadikannya miskin, lalu
bagaimana keadaannya?” kataku. Ia menjawab, “Ia bersabar.” Allah pun mewafatkan
anak-anaknya, bagaimana keadannya?” Sambungku. “Ia bersabar.” Jawabnya. Lalu
Allah pun menambah musibahnya dengan penyakit di tubuhnya, bagaimana
keadaannya? Tanyaku lagi. “Ia bersabar.” Lalu ia memotong, “Saudaraku,
katakanlah dimana anakku! Aku sangat lapar.” Aku katakana, “Berharaplah pahala
dari Allah atas musibah yang menimpamu, anakmu dimangsa hewan buas.” Lalu ia
mengucapkan, “Alhamdullah, segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkanku
keturunan yang tidak bermaksiat kepada-Nya sehingga ia tidak diadzab di
neraka.” Lalu ia tersendak dan wafat.
Melihat keadaan demikian,
aku pun sempat merasakan kebingungan. Bagaimana harus memandikan, mengafani,
dan menguburkannya seorang diri. Tak lama setelah itu, datanglah empat orang
penunggang kuda menghampiriku. Mereka bertanya, “Wahai saudara, apa yang
menimpamu?” Aku menjawab, “Aku bersama seseorang dan ia telah wafat.” Lalu
mereka meminta jasad yang telah kututupi itu dibukakan wajahnya, bisa jadi
mereka mengenal jasad tersebut.
Sontak ketika melihat wajah jenazah
tersebut mereka berteriak “Subhanallah!! Ini adalah mata yang senantiasa
menangis karena Allah, wajah yang tertunduk karena takut kepada Allah, dan
tangan yang senantiasa digunakan berdoa kepada Allah.” Aku pun bertanya, “Wahai
saudaraku, apakah kalian mengenalnya?” Mereka menjawab, “Engkau tidak
mengenalnya?! Ia adalah Abu Qilabah sahabat dari Abdullah bin Abbas (sepupu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Ia menghindar dari jabatan hakim.”
Akhirnya kami mandikan, kafankan,
dan kami kuburkan ia.
Keempat penunggang kuda itu pun
melanjutkan perjalanan dan aku kembali berjaga-jaga di daerah perbatasan.
Kisah Abu Qilabah tidak hanya
usai sampai disitu saja. Ia adalah seorang yang bersabar dengan musibahnya dan
senantiasa bersyukur kepada Allah dengan lisannya. Lalu apa buah dari amala
agungnya ini. Abdullah bin Muhammad kembali menuturkan kisahnya:
Di malam hari aku pun
bermimpi di tengah lelapnya tidurku. Aku melihat seorang laki-laki mengenakan
sutera hijau yang indah, berjalan dengan penuh wibawa, di sebuah taman (yang
dalam mimpiku) surga. Laki-laki itu mengulang-ulang ayat
“Keselamatan atas
kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’du:
24)
Aku menghampirinya dan bertanya, “Wahai saudaraku,
bukankah Anda adalah orang yang kemarin kami makamkan?” “Iya” Jawabnya. “Apa
yang membuatmu mencapai derajat yang mulia ini?” Tanyaku lagi. Ia menjawab,
“Sesungguhnya di surga itu ada sebauh derajat, yang
tidak akan diperoleh kecuali dengan bersabar ketika ditimpa musibah dan bersyukur di kala lapang.”
Demikianlah buah kesabaran,
seseorang mencapai derajat yang tinggi lagi mulia di dunia dan akhirat. Bisa
jadi di dunia orang yang sabar itu terlihat hina di mata orang lain, namun ia
tetap mulia di sisi Allah dalam kehidupan dunianya. Jangan sampai kita
bersyukur kepada Allah tatkala lapang dan mencela serta protes tatkala ditimpakan
kesempitan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Adapun manusia apabila
Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia
akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu
membatasi rizkinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku.” (QS. Al-Fajr: 15-16)
Kita memohon kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadikan kita hamba yang senantiasa
bersyukur kepadanya di kala lapang dan bersabar saat mendapatkan kesempitan. Wallahu a’lam.
Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Related Posts: Adab,
Buletin Jum'at,
Keluarga,
Kisah,
Pembinaan Keluarga
0 komentar:
Posting Komentar