WASIAT TAQWA
MENUJU KEMENANGAN SEJATI
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.(QS.
Ali 'Imran: 102)
Orang yang bertaqwa adalah orang mendapatkan kemuliaan dengan derajat paling tinggi di hadapan
Allah إن
أكرمكم عندالله أتقاكم Orang yang taqwa adalah orang yang menang. Kemudian pertanyaannya adalah apakah kita
betul-betul telah menjadi orang yang suci dan atau memperoleh derajat taqwa seperti harapan
pada setiap doa kita? Wallahu a’lam, hanya Allah yang Maha Tahu. Mari kita
berhitung dengan diri kita masing-masing. Kalau kita merasa belum maksimal
dalam mengarungi kehidupan
didunia ini, sehingga rasanya
masih jauh dari kata suci, maka kita hanya bisa berharap semoga
Allah masih memberi kesempatan untuk meningkatkan ketaqwaan kita dimanapun berada.
Adapun langkah-langkah terbaik yang bisa kita lakukan adalah
berusaha memiliki sifat-sifat orang-orang taqwa sebagaimana disebutkan Allah
Swt dalam kitab suci-Nya. Untuk itu marilah kita simak beberapa sifat orang
taqwa sebagaimana tersebut dalam
Al-Qur’an surat Ali 'Imran ayat 133-134 :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا
السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (١٣٣) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ
فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ
النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa, ((133)) (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan
((134)).
Pertama, orang taqwa adalah orang yang bila
bersalah atau berbuat dosa, segera menyadari kesalahan itu dan segera pula
mohon ampunan kepada Allah. Kita bukan malaikat yang bisa patuh kepada Allah
tanpa banyak godaan karena memang tidak memiliki nafsu. Kita juga bukan setan
yang sombong, menuruti hawa nafsu sehingga selalu ingkar kepada Allah. Kita
adalah manusia yang memiliki jiwa yang fa alhamahaa fujurahaa watawaahaa (memiliki
potensi untuk berbuat baik sekaligus potensi untuk berbuat buruk). Maka qad
aflaha man zakkaaha wa qad khaaba man dassaha sungguh beruntung orang
yang selalu membersihkan jiwanya dan celaka orang yang selalu mengotori jiwanya
dengan dosa-dosa. Setelah menghindar sekuat tenaga kadang kita juga tergelincir
dalam perbuatan-perbuatan dosa. Mumpung masih hidup, nyawa masih dikandung badan,
maka mari kita sadari kesalahan kita itu untuk kemudian memohon ampunan dari
Allah yag Maha Pengampun.
Kedua, orang yang betaqwa adalah alladziina
yunfiquuna fis sarraa-i waddharraa-i, suka berbagi dengan sesama dalam
keadaan lapang maupun sempit. Sungguh suka berbagi itu akan membuat suasana
hidup semakin rukun, semakin guyub. Menurut berbagai penelitian, tradisi saling
memberi merupakan salah satu mekanisme perekat sosial yang sangat ampuh.
Masalahnya bagaimana kita harus berbagi kalau kita sendiri dalam keadaan sempit secara ekonomi?
Sesempit
apapun keadaan yang sedang menimpa,
kalau kita mau jujur sesungguhnya kita
tetap harus banyak bersyukur. Ada
begitu banyak nikmat Allah yang masih melekat pada kita. Setidak-tidaknya kita masih memiliki negeri yang merdeka dan
aman. Kita jauh lebih nyaman dari kaum muslimin Palestina, Suriah, Irak dan Negara-negara muslim
lainnya. Sungguh keadaaan kita jauh lebih aman dari kaum muslimin Libya yang sampai saat ini
masih dilanda perang saudara. Bahkan
kalaupun secara ekonomi semua harta kita
sudah habis, misalnya, kita tetap masih bisa berbagi dengan senyum yang kita
miliki. Sabda Nabi Muhammad SAW, tabassumuka ila wajhi akhiika shadaqah
(senyummu kepada saudaramu sesama muslim itu adalah shadaqah).
Ketiga, orang taqwa adalah kaazimiinal
ghaiz, suka menahan amarah.
Manusia diciptakan Allah dengan segala variasinya. Ada lelaki,
perempuan, ada perbedaan suku, bangsa, bahasa. Bahkan di antara dua saudara
kembarpun pasti ada perbedaan-perbedaan. Dengan berbagai perbedaan itu kita diminta Allah untuk lita’aarafuu (saling
berinteraksi, srawung).
Dengan demikian kalau
kadang-kadang dalam pergaulan terjadi gesekan-gesekan maka itu sangat manusiawi.
Dalam hal ini manusia yang paling mulia adalah yang paling taqwa yang salah
satu cirinya adalah kaazimiinal
ghaiz, suka menahan marah.
Marah adalah sesuatu yang manusiawi tetapi
kemarahan itu tidak boleh diumbar, dia harus dikelola. Kalau tidak, maka
kemarahan berpotensi menjadi sumber penyakit baik penyakit jiwa berbentuk
stress, hipertensi, jantung, stroke,
maupun penyakit sosial berbentuk konflik baik dalam bentuk perang kata-kata
maupun perang senjata.
Keempat, orang taqwa itu ’aafiina ’aninnaas,
suka memberi maaf. Dalam al-Qur’an
terdapat 33 kali penyebutan kata AFWUN yang semuanya dalam makna memberi maaf.
Kalau seseorang bersalah dan dia meminta maaf maka itu adalah sesuatu yang
wajar. Sesuatu yang lebih baik adalah suka meminta maaf bila bersalah sekaligus suka memberi maaf
bila ada orang lain yang meminta maaf.
Lawan dari afwun adalah dendam. Dendam
artinya menyimpan permusuhan dalam hati sambil menunggu kesempatan untuk
membalas. Seorang pendendam tidak mau memaafkan orang lain. Pendendam, bertentangan dengan sifat Allah yang ghafuurur
rahiim, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan merugikan diri sendiri
karena sangat menguras energi dalam rangka sebuah pembalasan yang tiada berujung.
Kelima, wallaahu yuhibbul muhsiniin.
Sifat orang taqwa yang paling disukai Allah adalah ihsan. Dalam
kehidupan sehari-hari kita kadang mendengar nasehat, ”kalau engkau baik padaku
maka aku bisa lebih baik kepadamu. Tetapi kalau engkau jahat padaku maka aku
bisa lebih jahat kepadamu.” Ajaran ini ternyata tidak sesuai dengan sunnah Nabi
Muhammad SAW. Nabi bersabda, ”Santunilah orang yang jahil kepadamu,
maafkanlah orang yang menzalimi kamu, berilah orang yang kikir kepadamu,
hubungkan silaturrahmi dengan orang yang memutuskan silaturrahmi kepadamu.”
Kenapa kita tetap berbuat baik kepada
orang yang ternyata tidak baik kepada kita? Karena kita berbuat baik, kepada
siapapun, adalah ikhlas karena Allah, bukan karena mengharapkan balasan dari
orang yang kita perlakukan baik itu. Inilah yang disebut ihsan,
sifat orang taqwa yang paling disukai Allah.
Pertanyaan untuk muhasabah diri kita, sudahkah taqwa atau belum? masih adakah umur atau tidak? mari kita mengamalkan sifat-sifat orang-orang taqwa:
bergegas memohon ampun bila berdosa, suka berbagi, suka menahan amarah, suka
memaafkan dan suka berbuat ihsan.
Ditulis Oleh Drs. Mahli Zainuddin Tago, M.Si.
(Sekretaris Majelis
Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
disampaikan di
Kaliwungu, Kendal, 30 Agustus 2011/01 Syawwal 1432
Diedit oleh: Khaerul
Anwar
Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Related Posts: Buletin Jum'at,
Tafsir al-Qur'an
0 komentar:
Posting Komentar