IMAN DAN HAKEKATNYA
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ
وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا
وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah
mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada
Tuhanlah mereka bertawakkal. (QS. Al-Anfal : 2)
Iman
secara bahasa berasal dari kata amana-yu’minu-imaanan, artinya pembenaran
(tashdiqan). Sedang secara istilah iman berarti membenarkan apa-apa yang datang
dari Allah, yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Fatkhul-Bari, 1/46).
Istilah umum yang sering
digunakan dalam mengartikan iman adalah keyakinan di dalam hati, pengucapkan
dengan lisan dan pengamalan dengan anggota badan. Sedangkan dalam istilah
akidah kata iman dimaksudkan kepada pengertian beriman kepada Allah, kepada
malaikat-Nya, kepada kitab-Nya, kepada Rasul-Nya, kepada hari akhir dan kepada
qadha dan qadar yang baik dan yang buruk.
Hakekat Iman
Iman bukanlah gambaran kosong tanpa makna dan
substansi, ia memiliki hakekat sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah. Diantara hakekat keimanan adalah sebagai berikut:
1.
Iman
dapat bertambah dan berkurang
Iman
bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan. Allah Ta’ala berfirman : Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal.(QS. Al-Anfal : 2)
Ahlus-sunnah wal-jama’ah
mendefinisika bahwa iman bisa bertambah dan berkurang, bertambah lantaran
ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan. Dari definisi ini seorang mukmin
berbeda-beda tingkat keimanannya sesuai dengan tinkat ketaatan dan
ketaqwaannya. Ketaatan yang dikerjakan terus-menerus akan menjadikan keimanasn
seseorang meningkat, sebaliknya kemaksiatan yang dikerjakan terus-menerus akan
menurunkan keimanan. Tidak hanya berkurang, bahkan iman bisa batal dengan sebab
tertentu.
2. Iman bukan sekedar keyakinan belaka, namun iman harus
diucapkan dengan lesan dan dilaksanakan dengan naggota badan.
Keimanan
yang hanya sebuah keyakinan saja, tanpa diucapkan dan tanpa amalan anggota
badan, adalah keimanan iblis. Sedangkan keimanan yang hanya diucapkan merupakan
keimanan orang-orang munafiq. Allah Ta’ala berfirman
:Di antara manusia ada yang mengatakan:
"Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian," pada hal mereka itu
sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (QS.al-Baqarah: 8
3. Iman merupakan dasar atau popndasi yang paling pokok yang
menjadi faktor diterimanya amal seseorang di sisi Allah Ta’ala.
Tanpa
adanya keimanan yang benar segala amalan kebajikan apapun tidak akan diterima
oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman :
Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, maka
tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan sesungguhnya Kami menuliskan
amalannya itu untuknya. (QS.
Al-Anbiya’: 94)
Selanjutnya, ada beberapa tanda lemahnya iman seseorang,
adapun tanda-tanda tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Tidak ada bekas sedikit pun dari ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakan
kepadanya, baik ayat-ayat yang berisi janji, ancaman, larangan dan sifat-sifat
hari kiamat.
b.
Sempit dadanya dan tabiatnya tidak bersemangat, sehingga ia
merasa berat untuk melaksanakan amalan ketaatan dan merasa bersusah payah dalam
menjalankannya.
c.
Tidak mutqin (tekun dan teliti) dalam
beribadah, hal ini dapat dibuktikan dengan apabila seseorang sedang melakukan
amalan ketaatan seperti shalat, ia tidak berkonsentrasi dalam shalatnya bahkan
fikirannya bertolak belakang dengan shalat yang sedang ia kerjakan.
d.
Lalai dalam mengingat Allah, sehingga dzikir terasa berat bagi mereka,
kalaupun melakuka dzikir, dzikirt tersebut sebatas di lesan dan tidak berbekas
di hati.
e.
Hatinya selalu cenderung pada dunia dan cinta kepadanya.
Keinginannya selalu bangkit terhadap hal-hal yang diharamkana dan senang
terhadapnya,berlebih-lebihan dalam mengurus diri baik dalam perkara makan,
pakaian, tempat tinggal ataupun kendaraan.
f.
Tidak bertanggung jawab dalam memperjuangkan agama
Islam.
Adapun faktoor-faktor penyubur Iman adalah :
a)
Mengikhlaskan amal perbuatan hanya untuk Allah semata-mata
b) Memperbanyak dzikir kepada Allah, di antaranya dengan
membaca al-Qur’an, merenungkan ayat-ayatnyadan juga menjaga kekhusukan dalam
shalat.
c)
Mendengarkan nasehat-nasehat dan saling mengingatkan dalam
kebaikan.
d)
Memperbanyak taubah dan beristighfar
e)
Menekuni ibadah wajib dan memerbanyak ibadah sunah atau
nafilah.
f)
Bergaul dengan orang-orang yang shaalih
g)
Menelaah sirah (perjalanan hidup) Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa slam dan para sahabat. Wallahu a’lam
M.Syaifuddin, S.Sy. S.Th.I, Risalah Aqidah, Kajian Aqidah dan
Manhaj. Diedit
oleh redaksi.
Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Related Posts: Aqidah,
Buletin Jum'at,
Keluarga,
Pembinaan Keluarga
0 komentar:
Posting Komentar